KATA
PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji
syukur saya panjatkan kepada Allah SWT. Karena atas rahmat dan hidayahnya
kepada saya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Psikologi Agama,
dengan judul “Sejarah Perkembangan Psikologi Agama” sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan.
Shalawat
serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi kita, yaitu Nabi
Muhammad saw. Yang telah membawa kita kealam kebodohan menuju alam yang penuh
dengan ilmu pengetahuan seperti saat sekarang ini.
Saya
menyadari bahwa dalam pembuatan ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan.
Maka dari itu saya mohon saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Agama
merupakan ilmu yang mempelajari tentang sikap dan tingkah laku manusia sebagai
gambaran dari gejala kejiwaan yang melatarbelakanginya. Sebagaimana telah kita
ketahui bahwa psikologi Agama merupakan cabang dari ilmu psikologi. Sebelum
menjadi ilmu yang otonom, psikologi Agama memiliki latar belakang sejarah
perkembangan yang cukup panjang. Karena itulah psikologi Agama terhitung
sebagai salah satu cabang psikologi yang masih muda.
Ada
beberapa pendapat tentang awal mula perkembangan Psikologi Agama. Menurut
pendapat para ahli psikologi Agama di barat, psikologi Agama mulai berkembang
pada abad ke-19. Akan tetapi berdasarkan karya-karya yang dihasilkan dari para
ilmuwan di timur tengah, ternyata diketahui bahwa pada abad ke-7 masehi sudah
banyak karya-karya para Ilmuwan Islam yang erat hubungannya dengan materi
Psikologi Agama. Akan tetapi terlepas dari semua pendapat tersebut,
permasalahan yang menjadi ruang lingkup kajian psikologi Agama ternyata telah
ditemukan pada kitab-kitab suci. Agama maupun maupun sejarah berbagai Agama.
Sebagai
contoh, dalam Ajaran Agama Budha diceritakan bahwa Sidarta Ghautama (tokoh
pencetus Agama Budha), rela menyepi dan meninggalkan kemegahan dunia untuk
bertapa setelah ia merenungi penderitaan manusia yang akhirnya berujung pada
kematian. Hal ini mencerminkan bagaimana pengalaman hidup dapat mengubah
seorang Ghautama dari pemeluk Agama Hindu yang taat menjadi seorang pelopor
Agama Budha yang tidak sedikit pengikutnya. Dalam kitab suci umat Islam (Al
Qur’an) diceritakan perjalanan seorang Nabi yang bernama Ibrahim dalam mencari
hakikat siapa sebenarnya Tuhan yang berhak ia sembah. Cerita tentang Nabi
Ibrahim ini termaktub dengan jelas dalam Al Qur’an surat Al An’am: 76-78. Kedua
contoh di atas menggambarkan suatu proses peralihan kepercayaan yang dalam
psikologi Agama disebut dengan konversi.
Makalah
ini selanjutnya akan membahas tentang psikologi agama dalam lintasan sejarah, pendekatan
ilmiah dalam psikologi agama dan kajian psikologi agama dikawasan timur.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
masalah yang akan dibahas pada kesempatan ini yaitu:
1. Bagaimanakah
Psikologi Agama Dalam Lintasan Agama?
2. Bagaimanakah
Pendekatan Ilmiah Dalam Psikologi Agama?
3. Bagaimanakah
Kajian Psikologi Agama Di Kawasan Timur?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Psikologi
Agama Dalam Lintasan Sejarah
Untuk
mengetahui secara pasti kapan agama diteliti secara psikologi memang agak
sulit, sebab dalam agama itu sendiri telah terkandung didalamnya pengaruh agama
terhadap jiwa. Bahkan dalam kitab- kitab suci setiap agama banyak menerangkan
tentang proses jiwa atau keadaan jiwa seseorang karena pengaruh agama.
Dalam
Al Qur’an misalnya, terdapat ayat- ayat yang menunjukkan keadaan jiwa orang-
orang yang beriman atau sebaliknya, orang- orang kafir, sikap, tingkah laku dan
doa- doa. Disamping itu juga terdapat ayat- ayat yang berbicara tentang
kesehatan mental, penyakit dan gangguan kejiwaan serta kelainan sifat dan sikap
yang terjadi karena kegoncangan kejiwaan sekaligus tentang perawatan jiwa.
Contoh
lain adalah proses pencarian
Tuhan yang dialami oleh Nabi Ibrahim.
Dalam kisah tersebut dilukiskan bagaimana proses konversi terjadi. Dalam kitab-
kitab suci lain pun kita dapati proses dan peristiwa keagamaan, seperti yang
terjadi dalam diri tokoh agama Budha, Sidharta Gautama atau dalam agama Shinto
yang memitoskan kaisar jepang sebagai keturunan matahari yang membuat
penganutnya sedemikian mendalam ketaatannya kepada kaisar, sehinga mereka rela
mengorbankan nyawanya dalam Perang Dunia II demi kaisar, bahkan mereka
melakukan harakiri.
Pengertian
psikologi agama sebelum abad ke-19 telah ada dalam karya-karya ilmuan Muslim.
Dapat disebut sebagai contoh tulisan Muhammad Ishaq ibn Yasar, pada abad ke-7
M, yang berjudul al-Sujar wa al-Maghazi,
memuat berbagai fragmen dari biografi Nabi Muhammad Saw, atau risalah Hayy ibn Yaqzan fi Asrar al-Hikmah
al-Misyriqiiyyat yang ditulis oleh ibn Thufail (1106-1185) yang membahas
tentang proses keagamaan seseorang. Karya agung yang dapat ditampilkan adalah Ihya’ Ulum al-Din dan al-Munqid min al-Dahlal yang ditulis oleh Abu Hamid Muhammad
Al-Ghazali (1059-1111 M) yang memuat permasalahan-permasalahan yang berkaitan
dengan materi kajian psikologi agama. Meski demikian, penilaian secara modern
barub dilakukan pada abad ke-19.
Psikologi
agama bukanlah ilmu yang pertama meneliti aspek-aspek agama secara objektif.
Sebelumnya telah ada ilmu perbandingan agama yang dipelopori oleh Max Muller.
Dalam kenyataannya setiap orang mempumnyai tata nilai yang tersusun secara
sistematis. Tata nilai tersebut menyangkut nilai-nilai keagamaan dan nilai iman
yang mempengaruhi hidup, pribadi maupun struktur serta budaya hidup
kemasyarakatan. Dari sini kemudian muncul apa yang dinamakan dengan sosiologi
agama (The Sosiology of Religion)
yang membahas tentang struktur dan kultur masyarakat dan sejauh mana dia
tertumpu pada pengahayatan dan pengalaman hidup beragama. Diantara tokohnya
adalah Ibnu Khaldun, Max Weber (1684-1920) dan sebagainya. Baru kemudian muncul
psikologi agama (The Sosiology OF
Religion) yang mengkaji pengalaman-pengalaman agama dalam hubunganya dengan
tingkah laku manusia.
B.
Pendekatan
Ilmiah Dalam Psikologi Agama
Dalam
perkembangannya, psikologi agama tidak hanya mengkaji kehidupan secara umum
tapi juga masalah- masalah khusus. Pembahasan tentang kesadaran beragama
misalnya, dikupas oleh B. Pratt dalam bukunya The Religious Consciousness,
sedangkan Rudolf Otto membahas sembahyang. Perkembangan beragama pun tidak
luput dari kajian para ahli psikologi agama. Piere Binet adalah salah satu
tokoh psikologi agama awal yang membahas tentang perkembangan jiwa
keberagamaan. Menurut Binet, agama pada anak- anak tidak beda dengan agama pada
orang dewasa. Pada anak- anak dimana mungkin dialami oleh orang dewasa, seperti
merasa kagum dalam menyaksikan alam ini, adanya kebaikan yang tak terlihat,
kepercayaan akan kesalahan dan sebagian dari pengalaman itu merupakan fakta-
fakta asli yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan.
Sementara
menurut Abdul Mun’in Al-Malighy, sebagaimana dikutip oleh Zakiah Daradjat,
orang yang pertama mengkaji psikologi agama secara ilmiah adalah Frazae dan
Taylor. Kedua tokoh ini membentangkan berbagi macam agama primitif, dan menemukan
persamaan yang sangat jelas antara berbagi bentuk ibadah pada agama Kristen dan
ibadah agama-agama primitif. Sebagai
contoh adalah pengorbanan karena dosa warisan, keingkaran, hari berbangkit, dan
sebagainya. Hasil dari penelitian ini telah membangkitkan para ahli untuk
mempelajari dan meneliti aspek-aspek kehidupan manusia,sehingga mulailah
psikologi agama mengumpulkan bahan-bahan yang dikemukakan oleh para ahli
tersebut, dipadu dengan meneliti riwayat hidup dan hasil karya ahli tasawuf dan
ulam-ulama terkenal. Maka terkumpulah bahan-bahan untuk penelitib psikologi
agama dari ilmu-ilmu pengetahuan terdahulu, seperti sejarah agama, hasil
interaksi sosial mereka: ibadah, legenda (mitos), kepercayaan, undang-undang
dan sebaginya.
Permasalahan
tingkah laku beragama semakin menarik untuk diteliti, sehingga usaha penelitian
terus dikembangkan, maka ada yang berlebihan. Hal inindapat dilihat dari hasil
penelitian Madical Materialism yang kontroversial. Mereka menerangkan
fakta-fakta agamis secara fisik, dan beranggapan bahwa keadaan jiwa atau
pikiran sebagai ungkapan fungsi organik. Keistimewaan orang-orang suci dan
tenggelamnya mereka dalam kehidupan ruhani dianggap sebagai akibat dari
penyakit-penyakit jasmani, misalnya disebabakan oleh kegoncangan sebagai
kelenjar-kelenjar atau terjadinya keracunan (Outo intoxication). Dengan demikian, pribadi-pribadi orang sufi
yang mempunyai kekuatan jiwa, menurut mereka, adalah karena ketidak sehatan
jiwa mereka. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa Saint Paul adalah
orang yang mengalami kerusakan keturunan (heredity
degeneration), Carlyle menderita keracunan (Outo intoxicated), bahkan Isa Al-Masih, menurut Binet Sangle,
dianggap sebagai orang yang mempunyai kepribadian schizophrenic. Hasil penelitian tersebut mendapat sanggahan dari
beberapa ahli psikologi, antara lain dilontarkan oleh Flornoy.
Tokoh
lain yang mengkaji beberapa tulisan dan biografi pemuka-pemuka agama adalah
William James, dengan karyanya yang monumental The Varieties of Religiuos Experience. Buku tersebut merupakan
hasil kuliah selama setahun. Menurut James, ahli agama akan dapat meneliti
dorongan-dorongan agama pada seseorang, seperti mempelajari dorongan-dorongan
jiwa lainya dalam konstruksi pribadi orang tersebut. James mendefinisikan agama
dengan persaan dan pengalaman manusia secara individual yang menganggap bahwa
mereka berhubungan dengan apa yang dipandangnya sebagai Tuhan. Tuhan,
menurutnya adalah kebenaran pertama yang menyebabkan manusia merasa terdoron
untuk mengadakan reaksi yang penuh hikmat dan sungguh-sungguh tanpa menggerutu
atau menolaknya. James juga menjelaskan bahwa agama dalam kehidupan seseorang
bukanlah suatu naluri yang berdiri sendiri atau emosi tertentu. Agama adalah
kata yang dapat digunakan untuk
menjelaskan emosi atau perasaan biasa. Cinta agama, misalnya adalah cinta biasa
dengan objek yang dicintai adalah Tuhan; takut agama adalah takut biasa yang
objeknya hukum Tuhan.
Pada
tahun 1911, George M. Straton menerbitkan buku Psychology of Religious Life. Dalam buku tersebut diungkap bahwa
sumber agama adalah konflik jiwa dalam diri individu. Sementara Flornoy (1901)
berusaha mengumpulkan semua penelitian psikologi dan menyusun prinsip-prinsip
penelitian.
Prinsip-prinsip
tersebut adalah:
1.
Menjauhkan peneliti dari transendence,
2.
Prinsip mempelajari perkembangan,
3.
Prinsip dinamik,
4.
Prinsip perbandingan.
Dalam
perkembangannya, psikologi agama tidak hanya mengkaji kehidupan secara umum,
tapi juga masalah-masalah khusus. Pembahasan tentang kesadaran beragama,
misalnya, dikupas oleh B. Pratt Otto membahas sembahyang. Perkembangan
beragamapun tidak luput dari kajian para ahli psikologi agama. Piere Binet
adalah salah satu tokoh psikologi agama awal yang membahas tentang perkembangan jiwa keberagamaan.
Menurut Binet, agama pada anak-anak tidak beda dengan agama pada orang dewasa.
Pada anak-anak, dimana mungkin juga dialami oleh orang dewasa, seperti merasa
kagum dalam menyaksikan alam semsesta ini, adanya kebaikan yang tidak terlihat,
kepercayaan kesalahan dan sebagian dari pengalaman itu merupakan fakta-fakta
asli yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan.
Tokoh
berikutnya yang muncul adalah Robert H. Thouless (1923). Thouless berusaha
mempelajari agama dari segi psikologis. Sementara dari beberapa tokoh psikologi
juga mengungkap tentang tingkah laku beragama. Sigmud Freud, tokoh psikoanalis,
mengemukakan pendapat bahwa campultion
dan obsession adalah agama tertentu
yang rusak. Freud menganalisis agama orang-orang primitif sebagai objek
kajiannya, dengan menggambarkan sesembahan totem
and tabbo, yang terganggu jiwanya dengan orang-orang primitif. Disinilah,
menurut Freud, ditemukan hubungan antara kompleks oudipus. Dari penelitian ini
diambil kesimpulan bahwa agama adalah gangguan jiwa dan kemunduran kembali
kepada hidup yang berdasarkan kelezatan.
Penelitian
berikutnya dilakukan oleh Gordon W. Allport dengan karyanya The Individual and His Religion (1950),
W.H. Clark dengan karyanya The psichology
of Religion. Masing-masing buku tersebut membahas perkembangan jiwa
beragama sejak kecil hingga dewasa.
C.
Kajian
Psikologi Agama Di Kawasan Timur
Dalam Dunia
Timur tidak mau ketinggalan. Abdul Mun’in Abdul Aziz al Malighy misalnya, juga
menulis kajian perkembangan jiwa beragama pada anak- anak dan remaja. Sementara
didaratan anak benua Asia dan India juga terbit buku- bukuyang berkaitan dengan
psikologi agama. Jalaluddin menyebut judul buku berikut pengarangnya antara
lain: The Song of God: Baghavad Gita.
Sedang di
Indonesia, sekitar tahun 1970-an tulisan tentang psikologi agama baru muncul.
Karya yang patut dikedepankan adalah: Ilmu Jiwa Agama oleh Prof. Dr. Zakiah
Daradjat, Agama dan Kesehatan Jiwa oleh prof. Dr. Aulia (1961), Islam dan
Psikosomatik oleh S.S. Djami’an, Pengalaman dan Motivasi Beragama oleh Nico
Syukur Dister, Al Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa oleh Dadang
Hawari dan sebagainya. Dalam bukuyang disebut terakhir misalnya, meskipun yang
menjadi pembahasan mengenai kedokteran jiwa, akan tetapi membahas pula aspek-
aspek agama atau spiritual dalam kaitannya dengan jiwa seseorang.
Pada saat sekarang, dalam dua puluh tahun
belakangan ini, harus mempelajari dari mencangkokan psikologi Timur pada body of knowledge psikologi Barat sangat
kuat. Bahkan, arah baru ini sering disebut-disebut. Tokoh yang pantas disebut
dalam hal ini adalah Robert Ornstein dengan bukunya The Pcychology of Consciousness,
Charles Tart dengan bukunya States
Consciousness dan Stuart B. Litvak yang menulis buku panduan psikologi How
to Study Pcychology: A Basic Field Guide for Student and Enthusiasts.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Pengertian psikologi agama sebelum
abad ke-19 telah ada dalam karya-karya ilmuan Muslim. Dapat disebut sebagai
contoh tulisan Muhammad Ishaq ibn Yasar, pada abad ke-7 M, yang berjudul al-Sujar wa al-Maghazi, memuat berbagai
fragmen dari biografi Nabi Muhammad Saw, atau risalah Hayy ibn Yaqzan fi Asrar al-Hikmah al-Misyriqiiyyat yang ditulis
oleh ibn Thufail (1106-1185) yang membahas tentang proses keagamaan seseorang.
Dalam
perkembangannya, psikologi agama tidak hanya mengkaji kehidupan secara umum
tapi juga masalah- masalah khusus. Pembahasan tentang kesadaran beragama
misalnya, dikupas oleh B. Pratt dalam bukunya The Religious Consciousness,
sedangkan Rudolf Otto membahas sembahyang.
Pada saat sekarang, dalam dua puluh tahun
belakangan ini, harus mempelajari dari mencangkokan psikologi Timur pada body of knowledge psikologi Barat sangat
kuat. Bahkan, arah baru ini sering disebut-disebut.
B. Saran
Dalam
pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran dari
pembaca sangat penulis harapkan guna perbaikan dimasa yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Sururin. 2004. Ilmu Jiwa Agama.
Jakarta : Raja Grafindo Persada
Ramayulis, H. Prof. Dr. 2003. Pengantar
Psikologi Agama. Jakarta : Kalam Mulia